Rabu, 01 Oktober 2014

Otobiografi 2

Setelah lulus SMP tidak melanjutkan sekolah karena tidak ada biaya, hasil dari beasiswa cuma sampai tingkat SMP saja. Kemudian saya hanya bisa membantu orang tua berkelana di hutan untuk mencari sepikul kayu kering dan dijual ke kota/desa yang dibutuhkan oleh penjual nasi di warung. Sepulang dari hutan saya meneruskan kegiatan dengan membantu bulik yang jualan gabah, yaitu mengantar , mengangkut, menjemur dan membersihkan dsb...
Kalau malamnya saya gunakan untuk ke masjid mengaji belajar Al-Quran dan berdoa untuk memohon kepada Allah agar saya bisa melanjutkan sekolah lagi. Tidak sekolah di SMA bukan berarti harus berhenti belajar. Saya berusaha untuk belajar di Masjid, tidur pun jarang sekali di rumah, selalu di masjid pergi sore pulang pagi. Itu saya alami selama kurang lebih satu tahun. 
Mendekati tahun ajaran baru saya mengharapkan ada seorang kakak yang menjadi guru di Kalimantan tepatnya Bulungan .Kakak saya yang pertama memang tidak pernah bertemu, karena dia di ajak paman di Banyuwangi sebab Paman saya tidak memiliki anak , jadi dia diangkat sebagai anak dan disekolahkan di Banyuwangi sampai jenjang SPG. Selama di Banyuwangi saya baru bertemu dengan kaka sulung setelah lulus SMP. Dia pergi merantau ke Samarinda untuk mencari nafkah dan honor di salah satu Sekolah Dasar di Samarinda, kemudian mendaftarkan PNS sebagai guru Sekolah Dasar dan diterima menjadi guru SD Inpres No. 010 di daerah Transmigrasi UPT IV Tanjung Palas Utara , Kabupaten Bulungan.
Mendekati tahun ajaran baru awal Juni 1988, saya mendapat informasi bahwa kakak akan datang dari Kalimantan untuk mengajak saya di sekolahkan di Kalimantan. Betapa senangnya saya bertemu kakak sulung yang sudah lama saya tunggu hampir selama 25 tahun baru ketemu. saya diajak ke Banyuwangi ketika itu, dan tinggal di rumah Paman saya. Paman saya seorang Lurah di Desa Kebondalem Tanjung Rejo RT 29 Banyuwangi. Selama 15 hari saya tinggal di Banyuwangi bersama kakak dan sambil menunggu pembelian tiket kapal laut. Pada tanggal 20 Juni 1988 saya pergi ke Surabaya dan sampai di Surabaya ternyata kapal yang akan dinaiki tak kunjung datang. Seingat saya tiket yang dibeli adalah Kapal Laut Kerinci yang menuju Tarakan dengan harga tiket Rp 44.000,-. Apa yang terjadi ternyata kapalnya sudah berangkat dan ketinggalan, karena kena calo pelabuhan. Terpaksa saya menginap di transisto Surabaya selama semalam. Merasa sedih karena saya bersama lima orang temen dari Banyuwangi juga ada yang lulus SPG tiga orang dan SMA satu norang dan saya lulus SMP sendiri. 
Besoknya saya mendapatkan kapal dagang yang diis oleh 100 orang penumpang menuju ke Tarakan, selama tujuh hari tujuh malam. 
Namanya saja naik kapal dan bisa terombang ambing di tengah lautan.....
Masya Allah ternyata benar di Laut yang nama "masa lembu" kami terombang ambing ombak yang tingginya sekitar 2 meter, mulai dari sore hingga tengah malam. Jika ombak yang menghantam kapal tadi sebanyak sepuluh kali mungkin sudah terguling kapalnya dan bisa tenggelam , karena ombaknya sangat kuat, dan saya sudah dimakan sama ikan Hiu, untungnya "Tuhan hanya memberi cobaan dengan menggoncang sebanyak 7 kali"  jadi kami selamat sampai tempat tujuan. baru kali itu saya muntah-muntah di dalam kapal, namanya baru sekali naik kapal laut.
Sampai di tarakan sekitar jam sepuluh pagi kapal bersandar di dermaga, dan langsung menuju ke kapal kecil menuju Bulungan. Perkiraan saya sudah sampai di tempat ternyata masih 4 jam lagi naik kapal kecil. 
Nex on....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar