Tekad, Lahir tepatnya di desa Sobrah kecamatan Wungu kabupaten Madiun Jawa Timur tanggal 07 Mei 1971, dari pasangan Bapak Kasmun dan Ibu Misirah. Anak terakhir dari empat bersaudara ini memiliki banyak pengalaman mulai dari SD hingga sekarang. Anak seorang buruh tani ini mulanya hanya mampu sekolah di tingkat dasar, namun dengan ke-tekad-anya dia mampu mengenyam sampai ke perguruan tinggi negeri di salah satu PTN Unmul Samarinda. Inilah kisah Ca'Te sebutan namanya !!!
Selama enam tahun Ca' Te Sekolah Dasar di Desa Sobrah hingga tamat, dengan prestasinya ca'te mendapat beasiswa SD selama satu tahun, di kala itu tahun 1983. Beasiswa yang diterima hanya Rp 60.000,- . Dengan mengayuh sepedanya menuju ke tempat pengambilan beasiswa sejauh 15 km dari rumahnya. Bersama orang tuanya dia menunggu antrean dengan duduk di pojok kursi yang ada di ruangan itu. Hatinya merasa deg-deg an karena belum pernah berhubungan dengan aparat pemerintah yang memberi beasiswa tersebut. Setelah di panggil oleh pegawai langsung saya menghampiri dan di suruh tanda tangan untuk bukti pengambilan/resi. Uang diserahkan , kemudian pulang bersama orang tua , saya dibonceng di belakang. Sampai di rumah saya merasa bangga karena dengan uang sebanyak itu , harus saya gunakan untuk apa ? Kemudian saya berfikir bahwa saya mendapat beasiswa itu dari sekolah, maka saya memberikan uang itu Rp 15.000,- untuk sekolah, sisanya sama bapak saya dibelikan kambing. Saat itu harga kambing perempuan hanya Rp 30.000,- saja. Kata bapak saya " le wedus iki openono terus nek manak akeh mengko iso dinggo mbayar sekolahmu yo?" jawabku : "inggih pak mengko nek mulih sekolah aku tak angon wedus". Artinya " Nak kambing ini nanti kamu pelihara jika beranak banyak supaya bisa digunakan untuk membayar uang sekolah ". Jawabku : "iya pak nanti habis pulang sekolah biar saya yang menggembala kambing ini ". Saat itu sata kelas 5, sampai kelas enam setahun kemudian kambing saya beranak tiga. Saya senang sekali karena dengan punya kambing saya bisa meneruskan sekolah SMP Negeri Balerejo .
Masuk Sekolah negeri dulu harus tes tulis, dari 15 anak yang ikut tes di sekolah itu hanya 4 anak yang diterima termasuk saya. Saya diterima masuk di kelas 1F dengan jumlah siswanya 30 anak. Waktu itu tidak ada perubahan kelas dari masuk kelas 1 hingga sampai kelas 3. Pertama masuk sekolah kena belajar siang masuk jam 13.00 pulang pukul 18.00. Kemudian naik kelas 2 juga tetap sama kelas 2F, tak ada perubahan kelas. Hingga sampai kelas 3F teman-teman saya sama , ya itu-itu saja. Tapi saya salut dengan teman yang sama ada suatu kekompakan seperti keluarga sendiri, tidak saling berbeda pendapat selalu kompak. Selama belajar di SMP, pekerjaan saya tiap sore hanya mengembala kambing dan mencari rumput. Jika di waktu libur minggu pagi sambil menggembala kambing saya mencari kayu kering dari pohon jati, untuk dijual ke warung nasi paling harga satu pikul cuma Rp 500,-. Dengan memikul beban kurang lebih 50 kg sejauh 3-4 km saya berusaha untuk mendapatkan uang itu. Selama tiga tahun itulah hal yang saya alami demi menuntut ilmu di sekolah menengah pertama. Selama sekolah di SMP tidak ada yang unik-unik, hanya yang saya ingat ketika mengembala kambing sambil membaca buku naik pohon kemudian berbaringan di rumah pohon itulah kesempatan saya untuk belajar. Jika di rumah saya jarang belajar malam karena lampu listrik belum ada , yang ada hanya lampu teplok. Kalau ada PR pulang sekolah cepat dikerjakan. Jarak sekolah - rumah cuma 8 km dengan bersepeda buntut melalui bentangan sawah yang luas tanpa ada rumah kanan dan kiri, sehingga jika terjadi sesuatu kita tidak tahu. Pernah saya ada orang dijambret di dalam perkebunan tebu kemudian orangnya dibunuh sungguh menakutkan bagi anak kecil seperti saya. Juga pernah terlintas di benak saya ada petrus, bagi orang yang melawan pasti mati di bunuh oleh orang tak dikenal.
Mengerikan .......
Selama tiga tahun sekolah di SMP saya hanya bisa menempati peringkat 10 dari jumlah siswa sekitar 180 anak. Setelah lulus saya tidak langsung mendaftarkan ke SMA karena kebutuhan di rumah tidak mencukupi. Orang tua tidak mampu menyekolahkan anaknya ke menengah atas dengan alasan tidak ada biaya. Seorang buruh tani dengan penghasilan tidak tetap apa bisa membiayai anaknya.
next....